KALAU
BERDUA, YANG KETIGANYA ITU “SETAN”!
“Tidakkah membicarakan seseorang
yang tidak mendatangkan manfaat itu adalah hal yang tidak disarankan?, jika
yang dibicarakan itu benar maka akan menjadi ghibah, dan katika itu hanya
sebuah kebohongan maka akan menjadi fitnah, dan tahu sendiri kan
konsekuensinya, ghibah itu layaknya memakan bangkai saudaranya sendiri, maka
berhentilah kau membicarakan pertemuan sekilas yang tidak direncanakan abangmu
dengan kami semalam di mall, rei, sungguh abangmu tidak tahu apa – apa tentang
kejadian yang sebenarnya dan jangan kau bumbui dengan gelora cinta yang sedang mewarnai hidupmu sekarang”, seketika
itu pula reihan tampak tersentak mendengar kata-kataku, seorang lulusan
pesantern ketika tsanawiyah dan mengambil SMA umum setelah kelulusannya itu, menunjukkan
muka yang kurang bersahabat mendengar kalimatku, mungkin dia terngiang akan
kata-kata ustadznya waktu dipesantren dulu.
***
Sore
ini kupacu roda duaku menuju sebuah pusat perbelanjaan didaerah gajah mada,
niat hati mencarikan oleh – oleh untuk ibu tercinta dikampung, beliau
menitipkan amanah untuk dibelikan piring yang unik dan menarik lewat pesan
singkat yang dikirim rani adikku :
“long, ibu minta
beliin piring yang unik tuh, katanya mungkin bisa nambah selera makan”
Aku teringat beberapa waktu yang
lalu pernah berseloroh menceritakan perjalananku kesebuah mall, yang menemukan
aneka piring unik dan menarik dari bahan melamin, ibuku menunjukkan reaksi yang
biasa saja, seperti biasa ekspresinya selalu datar kalau aku menceritakan hal –
hal yang berbau belanjaan, tapi aku tahu dua atau tiga hari kedepan beliau
pasti membicarakannya, dan itu yang terjadi, sebuah pesan singkat dari adikku
menjadi buktinya, kata long itu sendiri sudah dipakai adikku sejak kecil untuk
memanggil namaku, karena itu merupakan kata ganti abang/kakak yang sulung bagi
suku melayu didaerahku. Kebetulan, Wina temanku satu kelas, mengajak pergi ke
sebuah pasar, mungkin dia berniat membeli sesuatu disana, aku mengiyakan saja,
lalu kuajak teman satu kelas juga, si era. Ditengah perjalanan aku langsung
berganti niat setelah ingat akan pesan singkat yang dikirim rani barusan.
“hmm, gimana kalau kita ke supermarket
aja yuk ra” ucapku ke era yang bengong kubonceng,
dari tadi dia diam saja.
“boleh aja, soalnya aku Cuma niat nebeng
jalan-jalan ni, bosan juga ngerjain tugas terus, tapi si wina dan randa gimana?
Kan dia ngajak kita kepasar tradisional itu, berlawanan arah lagi”
era tampak setuju tapi bingung mau memberi tahu wina yang dari tadi mengikut dibelakang
motor kami.
“gampanglah itu, nanti berhenti
bentar di persimpangan ajak dia putar arah, udah mau magrib juga mau kesana,
kan jauh tuh”
Kami
berhenti, kemudian tidak lama wina dan randa yang boncengan dibelakang kami,
juga ikut-ikutan berhenti, aku langsung mengajaknya kesupermarket yang menjual
piring – piring yang kuharapkan, tapi mereka menolak dan akhirnya kita jalan
berdua – berdua, ini sungguh diluar dugaan, dan karena niatkupun setengah –
setengah juga ikut wina, lalu aku dan era kemudian berbalik arah ke supermarket
yang kami perkirakan punya koleksi piring yang unik – unik seperti yang kulihat
di mall beberapa waktu yang lalu, yah, dengan alasan disana lebih murah kata
era, alhasil, tidak satupun piring yang cocok kutemukan, disana hanya menjual piring
– piring porselen dan jauh dari harapanku. Kami memutuskan untuk pergi ke mall
tempat pertama aku melihat piring – piring itu, era pun setuju dan kupacu
kembali motor ke daerah ahmad yani tempat mall terbesar dipontianak berada, sayang
sekali merelakan uangku seribu rupiah dilahap tukang parkir.
Setibanya di mall, kami tidak
langsung pergi ke tempat piring-piring itu berada, aku memutuskan untuk
mengajak era jalan – jalan sebentar keliling mall, lumayan lah melihat ramainya
pengunjung dimalam minggu ini, kami hanya bergurau – gurau ria dengan bahasan
yang ringan dan kadang mengomentari harga barang yang selangit di mall itu,
“adohh, coba kalau ada anak – anak
yang lain ya, pasti seru nih” aku berseloroh.
memang,
aku, era, wina, rangga, dan risna adalah lima sekawan yang akrab sekali di
kelas, kemana – mana selalu berlima, sampai sebagian teman kelas menganggap
kami adalah teman satu geng, tapi kami menolak dikatakan geng, kami hanya
merasa punya kecocokan berlima dan akan merasa kurang, kalau salah satunya hilang,
apalagi seperti sekarang ini, bertiga yang hilang, karena risna memilih tidak
mau pergi, hanya karena alasan sepele “lagi
males dan mau main gem laptop” itu saja, si ratu gem ini memang tidak bisa
dikendalikan jika sudah bertemu dengan gem yang belum pernah dimainkannya.
Kemudian rangga dan wina, yah, mereka menolak ikut kami dengan alasan awal, mau
kepasar saja, jadinya aku dengan era yang menikmati perjalanan dengan
kehilangan tiga personelnya, hehee.
Muda-mudi,
anak – anak, nenek-nenek, dan banyak orang dengan status usianya masing –
masing kami jumpai di sana, malam minggu ini memang selalu disesaki oleh
pengunjung yang ingin menikmati malam libur, paling tidak kalau mereka enggan
berbelanja, mereka bisa mnikmati makanan enak atau pergi ke pusat bermain yang
ada di mall ini, tanpa sengaja pula aku bertemu bang saiful bersama pacarnya,
aku tidak begitu kaget karena pasangan ini sering “jalan bareng” tiap malam
minggunya, biasanya mereka pulang kurang dari jam sembilan malam, sebuah
pacaran yang baik menurutku, tidak terlalu pulang malam, namun tetap saja ada
yang lebih baik yang harusnya kurekomendasikan pada mereka, “pacaran aja abis
nikah nanti bang”. Tapi itulah pilihan
mereka, aku tidak berhak mengatur – atur teman satu kontrakanku ini.
“eh eh, hayo jalan sama
siapa nih ketahuan ya sekarang” pacarnya bang saiful
memulai obrolan dan bang saiful hanya tersenyum, memang kami cukup akrab karena
kak tiwi, pacarnya bang saiful ini, sering kerumah sekedar menghabiskan waktu.
“ini loh yang namanya era,
temanku satu kelas yang sering numpangin aku kamar mandi kalau tempat kita
kehabisan aer bang, hehe” aku membela diri.
“cie – cie”
bang saiful lalu menyambung singkat, dan berlalu begitu saja dengan kak tiwi.
era hanya manggut-manggut dan ketawa – ketawa kecil saat kami menuju tempat
peralatan dapur dijual yang disitu ada berbagai piring yang aku cari.
“kenapa lu ra, ketawa – ketawa ngga
jelas?” aku langsung bertanya melihat tingkahnya.
“engga, aku yakin mereka pasti
mikir macem – macem deh ndi, lagian kenapa juga sih kita harus pergi bedua,
males tau ngga ketemu orang – orang yang kenal kamu tapi ga kenal kita”
“lu pikir aku juga ngga males gitu,
kalau ngga terpaksa berdua ga bakal juga kali kita jalan berdua”
aku membalas ucapan era yang tidak terlalu kupikirkan.
Setibanya di tempat itu, langsung
saja aku dan era memilih berbagai pilihan piring unik yang kucari, dan akhirnya
ketemu juga yang pas di hati, pas dikantong, dan pas dibawa pulang, tiga buah
wadah aku tenteng keluar mall bersama era, kita kemudian pulang dengan membawa
aneka piring yang tadi kubeli, makanan ringan, dan belanjaan masing-masing,
tanpa banyak bicara kami meninggalkan mall yang makin malam makin penuh saja
oleh pengunjung. Karena kelelahan kuputuskan untuk mengantar era langsung
kerumahnya lalu kemudian pulang kekontrakan, dirumah kulihat bang saiful sudah
datang, tapi dia hanya sendiri, tidak kulihat ada si reihan dan dan aris
temanku satu kontrakan juga, kata bang saiful mereka baru saja pergi ke warung
makan untuk makan malam, karena malam ini tidak ada jadwal piket masak,
sehingga kami masing – masing makan di luar, bang saiful hanya bercanda singkat
:
“ngapain
aja di mall ndi, pasti seru tuh sama era,”
Bang saiful seolah menggodaku untuk
memberikan argumen, tapi aku hanya menjawab singkat,”ya gitu – gitu aja bang”, akupun teringat akan tugas akhir yang
belum kurampungkan, kemudian memutuskan untuk menyelesaikannya, sebuah laptop,
musik instrumental, Headset, dan
pastinya materi tugas menjdi modalku mengerjakan tugas didalam kamar tidurku,
sampai kuputuskan untuk tidur setelah pukul sebelas berlalu.
“Ndi, o ndi”,
begitulah reihan memanggilku iseng saat dia sedang bermain dengan laptop dan
printenya pada jam delapan pagi ini, “ya,
ada apa” aku menjawab singkat.
“Nggak, aku dengar tadi
malam ada yang jalan sama cewek ya, kenalin lah sama kita siapa tuh”
reihan menjawab pertanyaanku, aku langsung mengerti akan arah perkataan reihan
itu.
Aku yang cukup sensitif mendengar kata cewek, pacar,
pacaran, dan sejenis sebagainya ini langsung bereaksi dan menampik
pembicaraannya, karena sungguh aku tidak seperti yang mereka perkirakan, aku
yakin orang ketiga yang menyebarkan kabar ini adalah bang saiful dan kak tiwi,
dan dianggap berlebihan oleh reihan adiknya, yang selama delapan bulan kami
hidup bersama ini adalah orang yang paling menyebalkan menurutku, karena selalu
membuat telingaku panas ketika mendengar suaranya, entah mengapa mendengar
suaranya saja aku bisa naik darah, meski tidak pernah aku perlihatkan secara
langsung, tapi apa yang baru saja di ucapkannya begitu membuat hatiku kacau,
karena kejadian tadi malam akan memungkinkan terjadinya fitnah jika tidak ku
luruskan, aku tidak menyangka jika apa yang tadi malam terjadi antara aku dan
era, yang hanya berniat membeli piring harus disalah artikan atau diterka-terka
sembarangan oleh orang lain, dan ini temanku sendiri.
“Itu era temanku, bukan
seperti yang kalian pikirkan”, jawabku singkat seperti
membela diri.
“loh - loh santai bung,
nggak apa – apa kok, lebih dari teman sekalipun ngga masalah, sekarang kita
udah boleh kali milih –milih pacar” reihan kembali nyeletuk
dengan kata-kata dan suaranya yang tidak enak sekali kudengar, aku tahu dia
pasti memaksudkan apa yang dilihat lalu diceritakan abangnya kedia tadi malam,
adalah bahwa era itu adalah pacarku, sungguh, berat sekali aku menerima kalau
dugaanku itu benar.
Sejenak
aku terdiam setelah aku tidak membalas omongannya, dan kemudian merenung dalam
kamarku, aku menundukkan hati dan pikiranku pada sang pemberi kebenaran :
“sungguh hati ini tidak
berdaya untuk tidak tersinggung ya Allah, engkau maha melihat dan mengetahui
apa yang terjadi, maka bukakanlah pintu ampunan jika peristiwa tadi malam
dianggap sebagian orang menyimpang dari cerita sebenarnya, ampunilah hamba yang
lalai telah membuka kesempatan terjadinya fitnah, sungguh ini pelajaran yang
indah wahai Tuhanku”
Kembali
ku petik hikmah dalam kejadian dihidupku, “hidup
tidaklah selalu menyerupai apa yang kita kehendaki dan pikirkan, hidup adalah
tentang dirimu, tentang dirimu dan Tuhanmu, serta tentang dirimu dan berbagai
persepsi tentang dirimu, siapa saja akan berpeluang menjadi setan jika engkau
membukakan kesempatan itu, maka tidak layak bagi seorang muslim memberikan
peluang saudaranya untuk menjadi seorang pengghibah atau bahkan menjadi
pemfitnah”
subhanAllah,
aku merasakan kedamaian dalam hatiku setelah tadi cukup panas mendengar gurauan
yang tidak semestinya terjadi, aku kemudian berniat untuk keluar kamar dan
mandi, tanpa sengaja bertemu kembli dengan bang saiful dan reihan yang sedang
menonton televisi, sementara aris serius sekali membaca buku, mahasiswa bahasa
Indonesia itu sedang sibuk sekali menyelasaikan pembuatan kamus.
“wah, udah mandi aja jam segini,
ngga numpang tempat era ndi?” ahh, reihan kembali
menggodaku, dan membicarakan kejadian tadi malam dengan abangnya, padahal dia
tahu bahwa kamar mandi sedang tidak krisis air, betapa temanku yang satu ini
sering berspekulasi dengan kata – katanya yang memancing emosi. Beruntunglah
aku masih bisa berpikir jernih, sebaiknya aku luruskan saja dengan sebuah
kalimat bijak yang membuatnya langsung mengerti, seketika iapun tersentak dan
menunjukkan wajah yang kurang bersahabat padaku, mungkin karena ia teringat
kata-kata ustadznya di pesantren dulu, tapi ia tidak berbicara sedikitpun dan
langsung memalingkan muka.
Hidup
ini begitu indah jika kita mensyukurinya, dan hanya orang – orang yang sabarlah
yang mengerti bagaimana cara mensyukuri kehidupan ini, meski dianya di hantam
badai sekalipun. kejadian yang kualami ini mungkin jika dianalogikan sebagai
bencana, layaknya hanya berupa angin kencang yang mendahului hujan, belum
sekuat badai. Di luar sana, saudara kita yang seiman mungkin tengah mendapatkan
badai dalam hidupnya, bukankah Allah memberikan cobaan sesuai kadar iman
hambaNya?.
Fitnah
akan benar – benar menjadi setan ketika kita membiarkannya, maka segera
luruskan fitnah itu, jika benar kita jalan berdua, terlebih teman kita adalah
lawan jenis, maka setan – setan bisa saja dari orang terdekat kita sekalipun,
tutuplah peluang itu, mulailah menjadi pribadi yang tidak membukakan saudaranya
menjadi setan hanya karena kita jalan bersama dengan teman, terlebih lawan
jenis, akan menjadi kesalahan kita jika masih membiarkannya, semoga Allah mendamaikan
jiwa – jiwa yang masih gusar.
Aan
khosihan, 02072011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar